Senja hari itu berhasil membuat aku sedih.
Kesdihan yang aku serta nova rasakan ketika melihat kakak kelas yang sudah aku
anggap seperti kakak sendiri tiba-tiba tergolek lemas disampingku. Nova berlari
menuju ndalem bu Nyai salamah. Sementara aku menjaga mbak Aini. Sosok
perempuan yang sangat aku kagumi. Selalu ceria dalam setiap keadaan. Memberi
motivasi untukku dan adik-adik kelas lainnya.
Kami bertiga seperti keluarga baru. Meski
tidak ada ikatan saudara,yang pasti hanya berkomitmen pada hadits sesungguhnya
orang muslim itu bersaudara atas muslim lainnya. Aku, Nova dan Mbak aini
masing-masing berasal dari kota yang berbeda dan provinsi yang berbeda pula.
Kami dipertemukan disebuah bangunan sederhana pndok pesantren Al-Ikhlas Kediri
. Aku dan mbak Aini sama-sama menempuh pendidikan di tingkat SMK sementara Nova belajar di MA Al-Ikhlas.
Segera saja setelah bu Nyai Salamah melihat
keadaan mba Aini yang terkulai tidak berdaya. memanggil suaminya yakni abah
Maimun. Segera saja mbak Aini dibantu memasuki mobil abah. Setelah melewati
beberapa jalan di kompleks Al-Ikhlas kami keluar portal. Mobil langsung
meluncur ke jalan Hayamwuruk. Sampailah kami didepan gerbang puskesmas yang
bertuliskan “Al-Fatah”. Mbak aini segera dibawa masuk dan ditangani oleh dokter puskesmas tersebut.
Sementara aku, Nova, abah Maimun, dan bu Nyai
Salamah hanya dapat berdo’a agar tidak ada penyakait serius yang menimpa mbak
Aini. Aku yang diamanahi mbak Aini sebelum dia pingsan untuk memegang Hpnya
untuk menghubungi saudara mbak aini yang berada di Kediri.
Sedangkan orang tua mbak Aini berada jauh di Kudus. Biasanya mbak Aini pulang kerumah kakek
atau saudaranya yang di Kediri. setelah mendapat pengananan tim doter
berangsur-anagsur keadaan mbak Aini membaik. Abah Maimun dan bunyai Salamah
mengamanhkan mbak Aini kepada tim dokter Puskesma. Malam ini aku dan Nova yang
akan menemani mbak Aini di Puskesamas. Meski kami bertiga tidak berada pada
satu kamar. Tapi untuk masalah keakraban seperti tidak ada pembatas antara
kamar kami bertiga.
Sehabis iya’ mbak Aini sadarkan diri.
Alhamdulillah aku sangat bersyukur bisa melihat cahaya mata yang tidak pernah
ada kata putus asa. Meski dalam cerita hidup yang sering mbak Aini ceritakan
tidak selalu berjalan lancar. Sempat beberapa kali mbak Aini berpindah-pindah
sekolah hingga akhirnya kami
dipertemukan dalam satu atap Al-Ikhlas. Aku sedikit heran ketika ucapan mbak
Aini septelah dia sadar. Bukannya menanyakan apkah aku sudah menghubungi
keluarganya malah bertanya tentang orang lain.
Dek smssin kakakk ya, suruh dia menemaniku
disini. Pinta mbak Aini lemah
Serentak aku dan Nova terkejut mendengar apa
yang barusan saja dikatakan mbak Aini. Setahu kami mbak Aini tidak mempunyai
kakak, apalagi yang berada di Kediri. terus siapa yang dimaksud dengan kakak.
Tanpa keraguan aku menanyakan kepada mbak Aini
“Kakak siapa yang mbak Maksud?” Tanyaku polos
Cari dikontakku yang bernama kak Ihsan dek,
sampaikan aku dirawat disini. Jawab mbak Aini
Berati yang tadi telfon gak aku angkat. Dengan
segera aku beritahukan kepada kakak mbak Aini.
Setelah beberapa menit aku kirimkan pesan
singkat kepada kak Ihsan. Nada ponsel yang khas dari ponsel mbak Aini
menyadarkan lamunanku tentang siapa kak Ihsan itu. Karena sebelumnya mbak Aini
tidak pernah menceritakan sosok kak Ihsan.
Emg dy
skt apa dk, trz nie cp? Q, bsnya k sna bsk. Balasan dari kak Ihsan.
Hanya pesan singkat itu yang terakhir masuk di
inbox mbak Aini dari nomernya kak Ihsan. Sedari tadi banyak sms yang masuk di
Inbox mbak Aini. Karena tidak pernah mendapat balasan ada yang mengirim pesan
atas nama satu orang sampai 10x.
Aku memberitahu mbak Aini bahwa kak Ihsan
datangnya besok malam ba’da maghrib. Sementara keluarga mbak Aini yang akan
datang kesini adalah kakeknya. Kemungkinan besok pagi sudah sampai sini mbak,
ujarku kepada mbak Aini.
Malam hari di puskesmas aku dan nova merasa
takut. Suasana puskesmas yang mencekam ditambah ruangan yang ditempati mbak
Aini berada dipojok. Sementara ruangan yang lain kosong tidak ada pasiennya.
Tiba-tiba lampu puskesmas padam. Belum tahu penyebabnya aku dan Nova berpelukan
untuk mengusir rasa takut yang menyelimuti kami. Sementara mbak Aini tertidur
pulas.
Tidak lama kemudian datang suster yang
mengatarkan lampu tabung untuk sementara waktu. Suster tersebut memeriksa
keadaan mbak Aini, untuk memastikan tidak ada hal yang membahayakannya. Kami
diberitahu adanya pemadaman dari pusat. Jenset yang biasa digunakan tidak bisa
hidup.
Aku dan Nova berharap malam itu segera
berlalu. Dentuman detik demi detik serasa lama bagi kamu berdua. Aku berusaha
memejamkan mata. Berharap ketika mataku terbuka mentari pagi yang menghangatkan
tubuh menjadi yang pertama kulihat.
----
Sekitar pukul 07.00 waktu setempat datang
seorang lelaki tua yang mengetuk pintu ruangan mbak Aini. Lelaki tersebut
membawa tas plastik yang berisi makanan dan pakaian perempuan. Dengan suaranya
yang mulai lemah lelaki itu bertanya keadaan mbak Aini.
Mbak Aini yang baru bangun hanya bisa
memberikan senyum atas pertanyaan kakeknya. Kami berdua melihat tatapan penuh
kasih dari kakek yang ada didepan kami.
Malam ini kamar mbak Aini terasa lebih cerah.
Ada dua orang yang dapat menjaga senyum mbak Aini terkembang terus. Kami berduapun
merasa terhibur atasa kedatangan kedua lelaki ini. Yang paling membuat aku dan
Nova terhibur adalah sosok yang sudah dianggap mbak Aini sebagai kakaknya. Yang
kemarin kak Ihsan masih dalam imajinasiku sekarang dia sudah didepanku. Membuat
aku tersenyum meski dalam keadaan seperti ini.
Beberapa saat setelah OVJ berakhir listrik
kembali padam. Kakek mbak Aini yang sedari tadi berada diluar secepat mungkin
menuju ruang perawatan. Samar-samar terlihat raut wajah yang khawatir akan
keadaan cucu tersayangnya.
Aku dan Nova yang kemarin malam merasa
ketakutan, kini kami berdua merasa hal yang sebaliknya. Berada didekat kak
Ihsan membuat nyaman. Aku, kak Ihsan dan Nova berada di kasur depan mbak Aini
(kasur sebelah) sementara mbak Aini ditemani pacarnya.
Kak Ihsan menakut-nakuti kami dengan
cerita-cerita tentang makhluk ghaib yang ada dipondoknya. Cerita kak Ihsan
berhasil membuat kami menjerit, tapi secepat mungkin kak Ihsan menenangkan
kami. Aku dan Nova memegang kuat kedua lengan kak Ihsan. Sebelum kak Ihsan
menghentikan ceritanya kami berdua masih memegani lengan kak Ihsan.
Esok harinya aku kaget setelah membeli air
mineral di warung. Di ruang mawar kamar mbak Aini dirawat, abah dan bunyai
pondok menjenguk. Hal pertama yang aku cari adalah dimana kakak mbak Aini. Yang
aku takutkan bunyai akan bertanya-tanya tentang identitas kedua kakak mbak
aini, karena selama ini bunyai tidak perenah mengetahui bahwa mbak aini
mempunyai kakak yang ada di kediri.
Segera aku keluar setelah tidak menemukan
mereka berdua. Dikoridor depan ruang mawar kakak mbak Aini dan pacarnya tidak
ada. Dimana mereka, ketika aku kebingungan tiba-tiba ada yang memgang pundakku
dari belakang.
“kenapa dek bingung ya” itulah kata sesorang
yang dibelakangku.
Aku terkejut sekaligus lega karena yang aku
lihat adalah kak Ihsan. Ternyata kak Ihsan sudah mengetahui tentang abah dan
bunyai yang datang menjenguk. Ketika itu kak Ihsan berada didepan ruang mawar.
Setelah abah dan bunyai pondok pulang mbak
Aini berpesan minta waktu berbicara empat mata dengan kak Ihsan. Aku tidak tahu
apa yang mereka bicarakan. Setelah perbincangan mereka selesai kak Ihsan
meminta agar aku dan Nova kembali kepondok. Kak Ihsan meminta agar aku dan Nova
berangkat sekolah. Kedatangan abah dan bunyai tadi memberitahukan kepada mbak
Aini tentang absensiku dan Nova yang sudah bolos tiga hari.
Sore harinya aku dan Nova diantar kak Ihsan
kembali kepondok, yapi tidak diantar sampai depan gerbang. Aku sangat berat
meninggalkan mbak Aini yang masih sakit. Aku ingin berada selalu disampingnya.
Tugasku untuk sekolah juga tidak boleh dikesampingkan. Sudah ada teman mbak
Aini yang bergantian menjaganya.
Do’aku selalu aku panjatkan kepada Allah agar
mbak Aini lekas sembuh. Alhamdulillah sabtu siang mbak Aini bisa pulang pulang.
Sepulang sekolah aku dan Nova langsung menuju Puskesmas. Untuk membantu
meringkasi barang-barang mbak Aini. Harapan kami untuk bisa berkupul dipondok
harus tertunda, setelah keputusan mbak Aini untuk pulang kerumah kakeknya
terlebih dahulu.
Setelah beberapa hari aku mendapat kabar bahwa
mbak Aini tidak akan lagi kembali ke Pondok. Nova dipindahkan orang tuanya
untuk sekolah di Lasem. Siang itu ternyata menjadi detik-detik terakhir kami
semua bisa berkumpul bertiga. Serta detik terakhir aku melihat kak Ihsan, Nova
mbak Aini dan pacar mbak Aini berkumpul dalam satu ruangan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar