Minggu, 23 Desember 2012

Senja Terakhir


Senja hari itu berhasil membuat aku sedih. Kesdihan yang aku serta nova rasakan ketika melihat kakak kelas yang sudah aku anggap seperti kakak sendiri tiba-tiba tergolek lemas disampingku. Nova berlari menuju ndalem bu Nyai salamah. Sementara aku menjaga mbak Aini. Sosok perempuan yang sangat aku kagumi. Selalu ceria dalam setiap keadaan. Memberi motivasi untukku dan adik-adik kelas lainnya.
Kami bertiga seperti keluarga baru. Meski tidak ada ikatan saudara,yang pasti hanya berkomitmen pada hadits sesungguhnya orang muslim itu bersaudara atas muslim lainnya. Aku, Nova dan Mbak aini masing-masing berasal dari kota yang berbeda dan provinsi yang berbeda pula. Kami dipertemukan disebuah bangunan sederhana pndok pesantren Al-Ikhlas Kediri . Aku dan mbak Aini sama-sama menempuh pendidikan di tingkat SMK  sementara Nova belajar di MA Al-Ikhlas.
Segera saja setelah bu Nyai Salamah melihat keadaan mba Aini yang terkulai tidak berdaya. memanggil suaminya yakni abah Maimun. Segera saja mbak Aini dibantu memasuki mobil abah. Setelah melewati beberapa jalan di kompleks Al-Ikhlas kami keluar portal. Mobil langsung meluncur ke jalan Hayamwuruk. Sampailah kami didepan gerbang puskesmas yang bertuliskan “Al-Fatah”. Mbak aini segera dibawa masuk dan  ditangani oleh dokter puskesmas tersebut.
Sementara aku, Nova, abah Maimun, dan bu Nyai Salamah hanya dapat berdo’a agar tidak ada penyakait serius yang menimpa mbak Aini. Aku yang diamanahi mbak Aini sebelum dia pingsan untuk memegang Hpnya untuk menghubungi saudara mbak aini yang berada di Kediri.
Sedangkan orang tua mbak Aini berada jauh di  Kudus. Biasanya mbak Aini pulang kerumah kakek atau saudaranya yang di Kediri. setelah mendapat pengananan tim doter berangsur-anagsur keadaan mbak Aini membaik. Abah Maimun dan bunyai Salamah mengamanhkan mbak Aini kepada tim dokter Puskesma. Malam ini aku dan Nova yang akan menemani mbak Aini di Puskesamas. Meski kami bertiga tidak berada pada satu kamar. Tapi untuk masalah keakraban seperti tidak ada pembatas antara kamar kami bertiga. 
Sehabis iya’ mbak Aini sadarkan diri. Alhamdulillah aku sangat bersyukur bisa melihat cahaya mata yang tidak pernah ada kata putus asa. Meski dalam cerita hidup yang sering mbak Aini ceritakan tidak selalu berjalan lancar. Sempat beberapa kali mbak Aini berpindah-pindah sekolah hingga akhirnya  kami dipertemukan dalam satu atap Al-Ikhlas. Aku sedikit heran ketika ucapan mbak Aini septelah dia sadar. Bukannya menanyakan apkah aku sudah menghubungi keluarganya malah bertanya tentang orang lain.
Dek smssin kakakk ya, suruh dia menemaniku disini. Pinta mbak Aini lemah
Serentak aku dan Nova terkejut mendengar apa yang barusan saja dikatakan mbak Aini. Setahu kami mbak Aini tidak mempunyai kakak, apalagi yang berada di Kediri. terus siapa yang dimaksud dengan kakak.
Tanpa keraguan aku menanyakan kepada mbak Aini
“Kakak siapa yang mbak Maksud?” Tanyaku polos
Cari dikontakku yang bernama kak Ihsan dek, sampaikan aku dirawat disini. Jawab mbak Aini
Berati yang tadi telfon gak aku angkat. Dengan segera aku beritahukan kepada kakak mbak Aini.
Setelah beberapa menit aku kirimkan pesan singkat kepada kak Ihsan. Nada ponsel yang khas dari ponsel mbak Aini menyadarkan lamunanku tentang siapa kak Ihsan itu. Karena sebelumnya mbak Aini tidak pernah menceritakan sosok kak Ihsan.
            Emg dy skt apa dk, trz nie cp? Q, bsnya k sna bsk. Balasan dari kak Ihsan. 
Hanya pesan singkat itu yang terakhir masuk di inbox mbak Aini dari nomernya kak Ihsan. Sedari tadi banyak sms yang masuk di Inbox mbak Aini. Karena tidak pernah mendapat balasan ada yang mengirim pesan atas nama satu orang sampai 10x.
Aku memberitahu mbak Aini bahwa kak Ihsan datangnya besok malam ba’da maghrib. Sementara keluarga mbak Aini yang akan datang kesini adalah kakeknya. Kemungkinan besok pagi sudah sampai sini mbak, ujarku kepada mbak Aini.
Malam hari di puskesmas aku dan nova merasa takut. Suasana puskesmas yang mencekam ditambah ruangan yang ditempati mbak Aini berada dipojok. Sementara ruangan yang lain kosong tidak ada pasiennya. Tiba-tiba lampu puskesmas padam. Belum tahu penyebabnya aku dan Nova berpelukan untuk mengusir rasa takut yang menyelimuti kami. Sementara mbak Aini tertidur pulas.
Tidak lama kemudian datang suster yang mengatarkan lampu tabung untuk sementara waktu. Suster tersebut memeriksa keadaan mbak Aini, untuk memastikan tidak ada hal yang membahayakannya. Kami diberitahu adanya pemadaman dari pusat. Jenset yang biasa digunakan tidak bisa hidup.
Aku dan Nova berharap malam itu segera berlalu. Dentuman detik demi detik serasa lama bagi kamu berdua. Aku berusaha memejamkan mata. Berharap ketika mataku terbuka mentari pagi yang menghangatkan tubuh menjadi yang pertama kulihat.
----
Sekitar pukul 07.00 waktu setempat datang seorang lelaki tua yang mengetuk pintu ruangan mbak Aini. Lelaki tersebut membawa tas plastik yang berisi makanan dan pakaian perempuan. Dengan suaranya yang mulai lemah lelaki itu bertanya keadaan mbak Aini.
Mbak Aini yang baru bangun hanya bisa memberikan senyum atas pertanyaan kakeknya. Kami berdua melihat tatapan penuh kasih dari kakek yang ada didepan kami.
Malam ini kamar mbak Aini terasa lebih cerah. Ada dua orang yang dapat menjaga senyum mbak Aini terkembang terus. Kami berduapun merasa terhibur atasa kedatangan kedua lelaki ini. Yang paling membuat aku dan Nova terhibur adalah sosok yang sudah dianggap mbak Aini sebagai kakaknya. Yang kemarin kak Ihsan masih dalam imajinasiku sekarang dia sudah didepanku. Membuat aku tersenyum meski dalam keadaan seperti ini.
Beberapa saat setelah OVJ berakhir listrik kembali padam. Kakek mbak Aini yang sedari tadi berada diluar secepat mungkin menuju ruang perawatan. Samar-samar terlihat raut wajah yang khawatir akan keadaan cucu tersayangnya.
Aku dan Nova yang kemarin malam merasa ketakutan, kini kami berdua merasa hal yang sebaliknya. Berada didekat kak Ihsan membuat nyaman. Aku, kak Ihsan dan Nova berada di kasur depan mbak Aini (kasur sebelah) sementara mbak Aini ditemani pacarnya.
Kak Ihsan menakut-nakuti kami dengan cerita-cerita tentang makhluk ghaib yang ada dipondoknya. Cerita kak Ihsan berhasil membuat kami menjerit, tapi secepat mungkin kak Ihsan menenangkan kami. Aku dan Nova memegang kuat kedua lengan kak Ihsan. Sebelum kak Ihsan menghentikan ceritanya kami berdua masih memegani lengan kak Ihsan.
Esok harinya aku kaget setelah membeli air mineral di warung. Di ruang mawar kamar mbak Aini dirawat, abah dan bunyai pondok menjenguk. Hal pertama yang aku cari adalah dimana kakak mbak Aini. Yang aku takutkan bunyai akan bertanya-tanya tentang identitas kedua kakak mbak aini, karena selama ini bunyai tidak perenah mengetahui bahwa mbak aini mempunyai kakak yang ada di kediri.
Segera aku keluar setelah tidak menemukan mereka berdua. Dikoridor depan ruang mawar kakak mbak Aini dan pacarnya tidak ada. Dimana mereka, ketika aku kebingungan tiba-tiba ada yang memgang pundakku dari belakang.
“kenapa dek bingung ya” itulah kata sesorang yang dibelakangku.
Aku terkejut sekaligus lega karena yang aku lihat adalah kak Ihsan. Ternyata kak Ihsan sudah mengetahui tentang abah dan bunyai yang datang menjenguk. Ketika itu kak Ihsan berada didepan ruang mawar.
Setelah abah dan bunyai pondok pulang mbak Aini berpesan minta waktu berbicara empat mata dengan kak Ihsan. Aku tidak tahu apa yang mereka bicarakan. Setelah perbincangan mereka selesai kak Ihsan meminta agar aku dan Nova kembali kepondok. Kak Ihsan meminta agar aku dan Nova berangkat sekolah. Kedatangan abah dan bunyai tadi memberitahukan kepada mbak Aini tentang absensiku dan Nova yang sudah bolos tiga hari.
Sore harinya aku dan Nova diantar kak Ihsan kembali kepondok, yapi tidak diantar sampai depan gerbang. Aku sangat berat meninggalkan mbak Aini yang masih sakit. Aku ingin berada selalu disampingnya. Tugasku untuk sekolah juga tidak boleh dikesampingkan. Sudah ada teman mbak Aini yang bergantian menjaganya.
Do’aku selalu aku panjatkan kepada Allah agar mbak Aini lekas sembuh. Alhamdulillah sabtu siang mbak Aini bisa pulang pulang. Sepulang sekolah aku dan Nova langsung menuju Puskesmas. Untuk membantu meringkasi barang-barang mbak Aini. Harapan kami untuk bisa berkupul dipondok harus tertunda, setelah keputusan mbak Aini untuk pulang kerumah kakeknya terlebih dahulu.
Setelah beberapa hari aku mendapat kabar bahwa mbak Aini tidak akan lagi kembali ke Pondok. Nova dipindahkan orang tuanya untuk sekolah di Lasem. Siang itu ternyata menjadi detik-detik terakhir kami semua bisa berkumpul bertiga. Serta detik terakhir aku melihat kak Ihsan, Nova mbak Aini dan pacar mbak Aini berkumpul dalam satu ruangan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar