By : Muhammad Hasan Shiddiq
Kegaduhan dunia sepak bola Indonesia
dapat dikatakan stadium akhir. Korban meninggal dunia pada pertandingan dengan
tajuk big match sering kali terjadi. Kasus
pengeroyokan supporter maupun pengerusakan sarana pertandingan sering berulang.
Berbagai usaha sudah dilakukan oleh pihak-pihak terkait, baik pemangku
kebijakan dalam hal ini PSSI dan pemerintah atau pelaku sepak bola yang lain. Supporter,
klub sepak bola, pemain sepak bola, dan penggemar sepak bola.
Saya sendiri merupakan penggemar
sepak bola, klub favorit saya adalah Real Madrid, kalau timnas Indonesia jangan ditanyakan itu
sudah pasti. Sedangkan klub Indoesia, itu rahasia hehehe. Sebagai masyarakat
umum yang melihat kasus sepak bola di Indoesia perlu adanya perenungan untuk
mencapai penguraian masalah. Pertama yang dilakukan adalah berhenti mencari
siapa yang salah, karena kesalahan terletak pada semua elemen. Termasuk masyarakat
umum, setiap individu memiliki peran untuk menjadikan sepak bola di Indonesia
menjadi olah raga yang penuh sportifitas, penuh hiburan serta penuh kerjasama
yang dapat membangun persatuan. Tetapi hal itu belum tercapai sekarang.
Lantas bagaiman dan apa yang harus
dilakukan, bagi pemangku kebijkan saya percaya sudah melaksanakan amanah dengan
baik dan terus bekerja hingga sekarang, namun dari pandangan saya pribadi perlu
adanya sinkronisasi antar elemen. Pendidikan supporter perlu dilakukan untuk
mengedukasi bagaimana menjadi supporter yang memiliki jiwa besar. Hal itu perlu
dimiliki oleh setiap supporter supaya dapat menerima hasil dari pertandingan. Mungkin
dengan memainkan liga sepak bola tanpa supporter selama satu musim. Sementara itu para supporter mengikuti pendidikan
supporter, regulasi yang dibuat dengan membuat pertandingan terpusat. Artinya liga
dimainkan hanya dibeberapa venue stadion saja, hal ini perlu dilakukan untuk
efisiensi anggaran klub karena tidak mendapatkan dana dari penjualan tiket. Pertandingan
disiarkan untuk menggantikan supporter di lapangan, dengan menjual hak siar televise
setiap klub akan mendapatkan pemasukan. Lantas bagaimana dengan gaji para
pemain? Hal itu memang urusan dari pihak klub, tetapi ada peran PSSI di sini
yang dapat bisa masuk, seperti menerapkan financial
fair play seperti yang telah diterapkan di Eropa. Imbasnya nanti akademi
klub dapat berkembang. Selama ini saya melihat dana dari transfer pemain
seperti tidak pernah terekspose media kalau pemain local. Padahal klub-klub
sekarang transfer penjualan pemain merupakan salah satu sumber dana klub. Contohnya
seperti Ajax Amsterdam, bahkan Real Madrid memeperoleh keuntungan dari
penjualan pemainnya, padahal Real Madrid selama ini sering dianggap klub yang
royal untuk mendatangkan seorang bintang.
Peran media pada era sekarang menjadi
sangat penting, tentunya pers perlu adanya
editing terlebih dahulu apakah memiliki efek domino yang menyebabkan
perpecahan di antara supporter bola atau tidak. Padahal setiap kata memiliki
kekuatan yang sangat dahsyat untuk menghancurkan sebuah persatuan. Media ini
biasanya digunakan para supporter sebagai ajang pamer bahwa dirinya berani,
misalnya seorang supporter A foto away di klub B padahal kedua supporter klub
tersebut sering ricuh dibumbui caption
yang sedikit provokatif seperti “ini supporter sejati berani away, gak seperti
supporter sebelah, banci” caption seperti itu dapat menyulut amarah supporter
klub B, padahal diketahui bahwa
informasi di media social dapat berkembang dan viral dengan cepat. Di sini lah
salah satu fungsi pendidikan supporter.
Masyarakat juga mengambil peran
penting, karena dalam sepak bola ada masyarakat oleh sebab itu perlu adanya
penelitian secara antropologi budaya untuk mengetahui secara komprehensif
masalah laten kerusuhan supporter. Selama ini investigasi seperti hanya
menyentuh pada tataran hukum saja, sedangkan penelitian secara budaya dan
antropologi hamper tidak ada. Mungkin ada tapi saya tidak mengetahuinya juga
bisa. Mengingat masyarakat Indonesia sangat heterogen dan era sekarang apapun
harus menjadi money oriented. Peran orang tua dalam pengawasan anak-anaknya
supaya menjadi karakter yang baik dapat dikatakan sangat kurang. Belum lagi
ketika ada oknum supporter yang sudah pernah merasakan nikmatnya minuman keras,
emosi dapat mudah disulut oleh provokasi kecil, seperti senggolan badan saja
menjadi bentrok supporter. Mungkin penelitian antropologi buadaya dalam kasus criminal
dianggap sebagai hal yang tidak tepat, tetapi saya percaya bahwa semua ini
merupakan tanggung jawab bersama. Tidak hanya tanggung jawab dari kelompok atau
organisasi yang bernuansa sepak bola.
Terlepas dari semua itu, saya
mengakui bahwa supporter Indonesia menjadi salah satu supporter terbaik di
dunia. Tapi hal itu adalah supporter Indonesia bukan supoorter klub Indonesia. Karena
para supporter klub manapun di Indonesia mengakui bahwa mereka semua warga
Indonesia yang memiliki persatuan kuat untuk timnas Indonesia. percayalah dan
tanamkan dalam hati bahwa The Jak, Viking, Aremania, Bonek dan lain-lain
merupakan saudara dalam satu bendera yakni Merah-Putih. Bendera Arema, Persija,
Persib, Persebaya, Persipura dan lainnya menjadi warna di bawah Merah-Putih
sehingga jika ada perpecahan berate kalian sendiri yang mencoba merobek
Merah-Putih itu sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar