Brak .... satu pukulan dari sebongkah balok mendarat di pundakku akupun jatuh tergusur ke lantai. Entah berapa lama aku pingsan akan tetapi ketika kubuka mataku untuk pertama kali disekelilingku putih semua. Aku bingung melihat seperangkat alat-alat pengobatan terpasang ditangan serta selang pernafasan terpasang menutupi lubang pernafasanku.
“Hai ...... kamu suadah siuman ya...” suara merdu itu membuyarkan fikiranku yang sedang bingung.
“Ehem ... ehem ... koq malah bengong, kamu gak tahu ya kemarin kamu habis dipukulin sama preman” ujar wanita seumuranku.
“memangnya aku sudah berapa hari di sini?” tanyaku tidak tahu.
“kamu kemarin koma dua hari” jawab wanita yang berada disampingku.
“terima kasih ya sudah menolongku, perkenalkan namaku Sari” sambil mengulurkan tangan kearahku.
“Ya sama-sama aku ........ “ jawabku sebelum aku memeperkenalkan diri tetapi sudah dipotong dahulu oleh Sari.
“Fandi, aku sudah mengetahui dari tanda pengenal yang ada disompetmu, tidak usah banyak bicara dulu kamu harus banyak istirahat”. Pinta Sari sigkat.
Setelah perbincangan singkat tadi Sari meninggalkan akau sendiri diruangan yang putih bersih, serta dipenuhi alat-alat medis, di pojok kanan ada sebuah meja kecil yang di atasnya dikasih satu fas bunga beserta bunga mawar segar mengisi fas itu kayaknya bunga itu diganti sebelum layu.
Lamat-lamat aku putar kembali memori fikiranku sebelum kejadian beberapa hari lalu yang hampir saja merenggut nyawaku. Sedikit demi sedikit aku rangkai kejadian demi kejadian dan kucoba menyusunnya menjadi sebuah cerita.
Ya, kemarin sepulang sekolah aku menolong sari cewek yang baru saja mengajak ku ngobrol. Ketika itu aku tawarkan bantuan karena ban motornya kempes. Tiba-tiba saja ada dua orang berbadan kekar mendatangi kami berdua, mereka meminta uang, Hp, serta motor yang Sari punya.
Aku pun menolak permintaan mereka mentah-mentah, aku berinisiatif menonjok mereka satu dari dua orang tadi sudah hampir kukalahkan. Dia sudah sempoyongan mau jatuh. Tiba-tiba saja aku mendapat pukulan balok dipunggungku oleh rekannya, ditambah beberapa pukulan tambahan mengenai muka dan badanku sampai aku tak sadarkan diri.
Benar begitu, ternyata Sari membawaku kerumah sakit ini, tetapi siapa yang mengurusi biaya administrasiku?. Mungkin kah sari yang menanggu biaya tumah sakitku? Ah rasanya tidak mungkin dia kan belum mengenalku.
Apakah ibuku sudah tahu aku dirawat di sini pasti ibu khawatir mencariku. Spslsgi kalau mengetahui keadaanku seperti sekarang, ibu pasti sedih sekali.
Kreeekkk .... suara derit pintu ruangan di ikuti langkah kaki mengahmpiri ranjangku. Seolah tak bisa membuatku tersadar dalam lamunan serta kekhawatiranku. Sampai suara parau dari wanita paruh baya membuyarkan lamunank.
“Alhamdulillah nak kamu sudah siuman, ibu cemas sekali, kemarin kamu koma”. Rasa syukur ibu setelah melihat keadaanku. Aku senang melihat ibku tersenyum. Tidak khwatir seperti perkiraanku. Masalah yang masih aku merasa janggal siapa ang mengurusi biaya pengobatanku. Apakah ibuku seoarang diri?. Ah tak mungkin ibuku saja hanya seorang wiraswata sederhana. Aku saja bisa bersekolah karena beasiswa yang diberikan.
“ Bu siapa yang memebiayai pengobatanku ini?” ku beranikan bertanya meski dengan nada ketakutan dan kecemasan karena takut membebani fikiran ibuku. Aku kasihan bila ibuku seorang yang membiayainku.
“Ayahnya Sari nak yang menanggung ini semua” jawab ibuku.
“Kok mau ya bu? Padahal kan belum kenal betul siapa kita?”. Tanyaku keheranan.
“Beliau ternyata teman bapakmu dulu, sahabat dekat malahan.”
“Begitu ya”. Ujarku
“Beliau merasa berhutang budi sama bapakmu”. Lanjut ibuku.
Mungkin yang di maksud ibuku ayah Sari adalah pak Arif . pak Arif yang sering diceritakan ayah dulu kepadaku semasa ayah masih hidup. Bapakku mengajarkan aku ketika berteman dengan siapapun juga agar supaya tidak memilih-milih teman serta mau berbagi kepadanya. Pak Arif dalam cerita bapak suka sekali minta diajarin ilmu apa saja yang bapak punyai. Bapak dulu termasuk santri yang cerdas.
Kedekatan mereka berdua terlihat jelas pada waktu pak Arif mendapatkan ta’ziran akibat melanggar peraturan yang tidak dia lakukan . melihat pak Arif di berikan ta’ziran yang sulit dilakukannya. Beliau rentan sakit apabila melakukan hal berat yang samoai menguras tenaga. Bapakku bersedia mengakui tuduhan yang ditujukan kepada pak Arif dan rela dita’zir demi pak Arif meski bapak tidak melakukan apa-apa.
***
“Kamu sudah sadar Fan?” Tanya lelaki paruh baya yang datang bersama Sari.
“Aku tadi pada waktu dikasih tahu Sari langsung pengen melihat keadaanmu” lanjutnya.
“Terimakasih Pak saya tidak tahu lagi harus membalasya dengan apa”.hanya ucapan itu yang dapat keluar mulutku.
“Kamu tidak usah berterimakasih begitu saya yang harusnya berterimakasih karena kamu sudah menyelamatkan anak saya. Saya merasa banyak berhutang budi kepada bapakmu dan juga kamu, aku menyesal tidak bisa hadir dalam pemakamannya.
Terang Pak Arif dengan nada kecewa
Mungkin Pak Arif sudah diberitahu ibuku tentang wafatnya bapak. Pak Arif setelah lulus sekolah dan pesantrenbeliau tidak lagi ada komunikasi dengan ayah sampoai akhirnya beiau mengetahui bapak sudah meninggal.
“Fan sebentar lagi kamu sudah boleh pulang”. Suara Sari memecah keheningan yang sempat senyap beberapa saat oleh ucapan pak Arif tadi.
“oh ya kamu sebentar lagi ujian sama kayak Sari nant kuliahnya satu Universitas sama Sari biar Sari ada temannya” pinta pak Arif.
“Tapi pak?” suaraku tertahan.
“tenang saja semua biaya akan saya tanggung” sahut pak Arif seolah mengerti apa yang akan
***
Seperti janji pak anif, aku dan sari akan dikuliah kan di universitas yang sama. Biaya hidupku selama kulliah di tanggung semua oleh pak anif,masalah kuliah aku tidak mau merepotkan beliau lagi, aku sudah mendapat beasiswa dari universitas, mung ktumbuh diantaraaarna sering bertemu dari benih-benih cinta tumbuh diantara kami berdua.
“Hai ...... kamu suadah siuman ya...” suara merdu itu membuyarkan fikiranku yang sedang bingung.
“Ehem ... ehem ... koq malah bengong, kamu gak tahu ya kemarin kamu habis dipukulin sama preman” ujar wanita seumuranku.
“memangnya aku sudah berapa hari di sini?” tanyaku tidak tahu.
“kamu kemarin koma dua hari” jawab wanita yang berada disampingku.
“terima kasih ya sudah menolongku, perkenalkan namaku Sari” sambil mengulurkan tangan kearahku.
“Ya sama-sama aku ........ “ jawabku sebelum aku memeperkenalkan diri tetapi sudah dipotong dahulu oleh Sari.
“Fandi, aku sudah mengetahui dari tanda pengenal yang ada disompetmu, tidak usah banyak bicara dulu kamu harus banyak istirahat”. Pinta Sari sigkat.
Setelah perbincangan singkat tadi Sari meninggalkan akau sendiri diruangan yang putih bersih, serta dipenuhi alat-alat medis, di pojok kanan ada sebuah meja kecil yang di atasnya dikasih satu fas bunga beserta bunga mawar segar mengisi fas itu kayaknya bunga itu diganti sebelum layu.
Lamat-lamat aku putar kembali memori fikiranku sebelum kejadian beberapa hari lalu yang hampir saja merenggut nyawaku. Sedikit demi sedikit aku rangkai kejadian demi kejadian dan kucoba menyusunnya menjadi sebuah cerita.
Ya, kemarin sepulang sekolah aku menolong sari cewek yang baru saja mengajak ku ngobrol. Ketika itu aku tawarkan bantuan karena ban motornya kempes. Tiba-tiba saja ada dua orang berbadan kekar mendatangi kami berdua, mereka meminta uang, Hp, serta motor yang Sari punya.
Aku pun menolak permintaan mereka mentah-mentah, aku berinisiatif menonjok mereka satu dari dua orang tadi sudah hampir kukalahkan. Dia sudah sempoyongan mau jatuh. Tiba-tiba saja aku mendapat pukulan balok dipunggungku oleh rekannya, ditambah beberapa pukulan tambahan mengenai muka dan badanku sampai aku tak sadarkan diri.
Benar begitu, ternyata Sari membawaku kerumah sakit ini, tetapi siapa yang mengurusi biaya administrasiku?. Mungkin kah sari yang menanggu biaya tumah sakitku? Ah rasanya tidak mungkin dia kan belum mengenalku.
Apakah ibuku sudah tahu aku dirawat di sini pasti ibu khawatir mencariku. Spslsgi kalau mengetahui keadaanku seperti sekarang, ibu pasti sedih sekali.
Kreeekkk .... suara derit pintu ruangan di ikuti langkah kaki mengahmpiri ranjangku. Seolah tak bisa membuatku tersadar dalam lamunan serta kekhawatiranku. Sampai suara parau dari wanita paruh baya membuyarkan lamunank.
“Alhamdulillah nak kamu sudah siuman, ibu cemas sekali, kemarin kamu koma”. Rasa syukur ibu setelah melihat keadaanku. Aku senang melihat ibku tersenyum. Tidak khwatir seperti perkiraanku. Masalah yang masih aku merasa janggal siapa ang mengurusi biaya pengobatanku. Apakah ibuku seoarang diri?. Ah tak mungkin ibuku saja hanya seorang wiraswata sederhana. Aku saja bisa bersekolah karena beasiswa yang diberikan.
“ Bu siapa yang memebiayai pengobatanku ini?” ku beranikan bertanya meski dengan nada ketakutan dan kecemasan karena takut membebani fikiran ibuku. Aku kasihan bila ibuku seorang yang membiayainku.
“Ayahnya Sari nak yang menanggung ini semua” jawab ibuku.
“Kok mau ya bu? Padahal kan belum kenal betul siapa kita?”. Tanyaku keheranan.
“Beliau ternyata teman bapakmu dulu, sahabat dekat malahan.”
“Begitu ya”. Ujarku
“Beliau merasa berhutang budi sama bapakmu”. Lanjut ibuku.
Mungkin yang di maksud ibuku ayah Sari adalah pak Arif . pak Arif yang sering diceritakan ayah dulu kepadaku semasa ayah masih hidup. Bapakku mengajarkan aku ketika berteman dengan siapapun juga agar supaya tidak memilih-milih teman serta mau berbagi kepadanya. Pak Arif dalam cerita bapak suka sekali minta diajarin ilmu apa saja yang bapak punyai. Bapak dulu termasuk santri yang cerdas.
Kedekatan mereka berdua terlihat jelas pada waktu pak Arif mendapatkan ta’ziran akibat melanggar peraturan yang tidak dia lakukan . melihat pak Arif di berikan ta’ziran yang sulit dilakukannya. Beliau rentan sakit apabila melakukan hal berat yang samoai menguras tenaga. Bapakku bersedia mengakui tuduhan yang ditujukan kepada pak Arif dan rela dita’zir demi pak Arif meski bapak tidak melakukan apa-apa.
***
“Kamu sudah sadar Fan?” Tanya lelaki paruh baya yang datang bersama Sari.
“Aku tadi pada waktu dikasih tahu Sari langsung pengen melihat keadaanmu” lanjutnya.
“Terimakasih Pak saya tidak tahu lagi harus membalasya dengan apa”.hanya ucapan itu yang dapat keluar mulutku.
“Kamu tidak usah berterimakasih begitu saya yang harusnya berterimakasih karena kamu sudah menyelamatkan anak saya. Saya merasa banyak berhutang budi kepada bapakmu dan juga kamu, aku menyesal tidak bisa hadir dalam pemakamannya.
Terang Pak Arif dengan nada kecewa
Mungkin Pak Arif sudah diberitahu ibuku tentang wafatnya bapak. Pak Arif setelah lulus sekolah dan pesantrenbeliau tidak lagi ada komunikasi dengan ayah sampoai akhirnya beiau mengetahui bapak sudah meninggal.
“Fan sebentar lagi kamu sudah boleh pulang”. Suara Sari memecah keheningan yang sempat senyap beberapa saat oleh ucapan pak Arif tadi.
“oh ya kamu sebentar lagi ujian sama kayak Sari nant kuliahnya satu Universitas sama Sari biar Sari ada temannya” pinta pak Arif.
“Tapi pak?” suaraku tertahan.
“tenang saja semua biaya akan saya tanggung” sahut pak Arif seolah mengerti apa yang akan
***
Seperti janji pak anif, aku dan sari akan dikuliah kan di universitas yang sama. Biaya hidupku selama kulliah di tanggung semua oleh pak anif,masalah kuliah aku tidak mau merepotkan beliau lagi, aku sudah mendapat beasiswa dari universitas, mung ktumbuh diantaraaarna sering bertemu dari benih-benih cinta tumbuh diantara kami berdua.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar